Blogger news

sejarah 32


STORY OF COMPASTID
Enam tahun yang lalu tepatnya pada tahun ajaran baru 2005-2006, mayoritas dari kami bocah ingusan lulusan SD/MI atau sederajat. Untuk melanjutkan study kami ke tingkat yang lebih tinggi. Kami pijakkan kaki dan mantapkan niat kami untuk belajar di tempat yang mungkin masih asing untuk kami. Terpampang di sekolah ini Lembaga Pendidikan Islam Daarul Rahman.
Ditahun ajaran ini, kami terbagi menjadi 6 kelas untuk putra dan 5 kelas untuk putri, jadi sebelas armada jumlah kami seluruhnya. Tak terbayangkan apa dan bagaimana akhirnya takdir menuntun kami dalam satu kesatuan, satu tapi banyak. Bulan demi bulan pun terlewati, semakin lama kami semakin tenggelam dalam kesenangan dengan dunia kami yang baru. Yang kuay dia yang bertahan, yang lemah dialah yang karam. Satu sama lain semakin akrab, semakin mengenal, dan akhirnya selogan-selogan untuk nama angkatan mulai ada. Mulai dari PERMATA (Persatuan Masyarakat Tiga Dua), ARMADA (Anak Remaja Tiga Dua), dan COMPASSTID (Companionship and assosiation of Tiga Dua) yang muncul dari kami yang ada di Jakarta, lalu dilengkapi dengan CONTIDU (Componen Tiga Dua), dan UNICORE (United Compastid Republic)di dari kami yang ada Daarul Rahman Bogor.
Waktu kenaikan kelas kami ke kelas dua, ternyata banyak yang mulai terkikis, yang dulu kami berangkat dengan sebelas Armada pencari ilmu, tiga armada kami harus tandas, dua dari putra dan satu dari armada putri. Namun itulah hidup, yang kuat dialah yang akan bertahan. Cobaan demi cobaan, ujian demi ujian, kita lalui kal itu kami memperkenalkan diri kami dengan nama COMPASSTID. Dan kebetulan juga kami diberi kesempatan untuk mencicipi Daarul Rahman Parung di awal pembukaannya.
Tak lama kemudian kami diperkenankan duduk di bangku kelas tiga, lagi-lagi satu dari delapan armada harus tandas kembali, yang akhirnya hanya tersisa enam armada dari sebelas armada kami. Meskipun demikian, di masa “Golden Age” ini menjadi puncak kekompakan kami dalam segala hal. Dengan melewati proses penyaringan yang begitu ketat, kamipun berhasil maju ke tahap selanjutnya. Aliyah, yah predikat inilah yang kami sandang. Dimana kami harus menanggalkan batik biru kami menggantinya dengan batik warna orange. Alhamdulillah dalam tahap ini kami masih utuh dengan enam armada. Setiap armada kami menjalani tugas masing-masing, dua armada di Daarul Rahman Jakarta menjalani tugas sebagai Pengurus Consulat, dan dua armada lagi dari kami menjalani tugas di Daarul Rahman Bogor sebagai Perintis Pramuka begitu pula Consulat, beda halnya dengan armada ke tiga kami yang berada di Daarul Rahman Parung, mereka langsung mengemban tugas sebagai Pengurus IP3DR.
Beranjak ke tahap selanjutnya, tersisa empat armada dari sebelas armada. Saat ini tugas IP3DR lah yang sama-sama kami emban, iniilah masa memimpin kami yang sesungguhnya. Di sini kami mendapatkan pengalaman yang manis, pahit, susah, senang, tawa, dan canda dengan cara memimpin kami yang bervariatif. Perubahan musim dan bergulirnya waktu, membuat kami melihat pelabuhan yang kami tuju selama enam tahun oleh empat armada kami yang tersisa. Di pelabuhan itulah armada kami akan berlabuh dan menginjakkan kaki untuk melangkah menyongsong masa depan yang belum kami ketahui.
0 Komentar untuk "sejarah 32"
Back To Top